Thursday, November 17, 2011

Goyang Gayung

Goyang gayung.
salah satu iklan promosi salah satu provider telepon genggam dari Indonesia. Yang menceritakan salah seorang pemuda yang memimpikan menjadi penyanyi, namun dilain pihak orang tuanya menginginkan anaknya untuk mencari kerja. Dan secara tiba-tiba mimpi si Oji ini menjadi kenyataan, menjadi bintang. Dimana pidio colongan dia lagi goyang memakai gayung menjadi trending.

Ini merupakan fenomena yang memang terjadi di Indonesia. Dunia hiburan Indonesia seperti telah melepaskan diri dari kata "berbakat" atau "ber-skill". Siapapun sepertinya bisa menjadi "bintang". Cuma bermodalkan kekonyolan bisa aja jadi bintang. Para penghibur (biasanya dibilang artis) di Indonesia tidak jauh dari dua hal yang berlawanan, kalo gak cantik banget, ya jelek banget, bisa aja jadi artis. Kayaknya sebuah "penyeimbang" itu memang diperlukan. F (gaya) aksi sama dengan F reaksi, maka terjadilah kesetimbangan, begitu menurut Newton. (hehehe)
Jadi kalo ada yang memang cantik banget atau ganteng banget, maka memang dibutuhkan yang jelek banget. (ini rumus ngasal sementara) untuk menjadi artis, jadi jika anda cantik banget, bisa aja jadi artis, namun kalo anda merasa jelek banget, jangan sedih, bisa aja kok jadi artis, walaupun cuma untuk bahan pembanding seberapa cantiknya artis yang cantik. (apa pula ini)

yang disayangkan disini adalah orang-orang yang memang berbakat tapi tidak atau belum mencapai kesuksesan di bidang hiburan. Banyak sekali terlihat, mereka berbakat, namun "pasar" tidak menerima karena lirik musik yang diusungnya bukan soal percintaan, melodi musiknya tidak "melayu" dan mendayu. Skill mereka terlalu rumit (baca: skill bagus), bukan skill ber-chord C, G, A, D.

Itu kenapa saya lebih menyukai musik Indie ketimbang band band yang "gak jelas" yang menjamur nongol di tipi tipi. Bukannya saya tidak menghargai mereka, saya menghargai kesungguhan atau tekad bermusik mereka yang memang kadang kadang tampil lipsing di acara acara musik pagi hari di stasiun tivi nasional, namun memang karena telinga saya ini kurang sreg denger materi lagu yang itu itu aja. (hehehe...sok sok an)

Fenomena lain yang disajikan iklan ini adalah "mudah"nya menjadi artis. Cuma bermodalkan layanan internet, dan kreatifitas, kita bisa jadi artis yang memang karbitan dan biasanya cuma bertahan selama media masih mau membahasnya. Terkecuali jika memang memiliki bakat dan skill yang memadai, dunia hiburan tidak akan dengan mudahnya melepas seorang yang berbakat tentunya. Banyak kasus di Indonesia ini yang berawal dari fenomena "gara-gara-masuk-yutup" ini. Bisa dibilang contohnya sapa itu cewek dua orang yang lipsing itu. hmm..sinta dan jojo ( browsing dulu baru nemu namanya, :)) 
Dan kita memang tahu, beberapa waktu lalu nama mereka berdua begitu booming di Indonesia, tapi sekarang, saya tidak pernah mendengar namanya lagi, paling kalo ada iklan so nice di tipi. hehe.

Ada lagi satu lagi, si udin mendunia, ato udin sedunia yah??
sama kasusnya seperti sinta dan jojo di atas. Cuman sebatas seberapa lama media mau meng-expose. Tidak menjadi jaminan jika sudah booming macam si udin, kedepannya jalan di dunia hiburan menjadi lancar.

Namun ada juga kasus yang setelah booming, malah makin booming. Bisa diambil contoh seorang penyanyi yang menjadi idola abg abg sepenjuru dunia, siapa diaaaa??? ya. Justin Bieber. Fenomena "ngartis-lewat-yutup" ini mungkin booming  menjadi jalan alternatif setelah si Justin ini sukses gara gara sering meng-aplot pideo dia lagi nyanyi ke yutup, dan karena keberuntungan yang mengikutinya, seorang produser musik melihat pideo nya di yutup, dan terjadilah seperti saat ini.

Dan si Justin ini tidak hanya bermodalkan keberuntungan, tapi memang skill yang menyertainya. Ya walaupun saya tidak mengikuti perkembangan bermusik si Justin ini, tapi seorang teman pernah bilang kalau si justin ini memang berbakat musik, pideo pideo di yutup nya memang menampilkan skill bermusiknya, tidak hanya sekedar lipsing dan lirik yang kebanyakan udinnya. Tapi memang menampilkan kemampuan bermusik. 

Di Indonesia juga ada kasus kayak si Bibir ini, namanya sapa yah lupa. Dia sering mengaplot pideo ke yutup. Dan memang vokal mereka bagus. Sapa pula namanya, lupa maap.
Dan beberapa waktu yang lewat saya melihat mereka tampil di tipi. 

Dalam sebuah iklan dari provider di atas, ditampilkan dengan jelas bagaimana "mudah"nya menjadi seorang "bintang" di Indonesia, yang tidak terlalu mementingkan hal yang bernama bakat.

Ini memang tulisan gak jelas, dan mau maunya saya menulis ini (rada panjang pula), tapi ini menarik perhatian saya lho, walaupun tulisan ini cuman sebatas pandangan saya, dan minim referensi dan kajian mendalam, tapi gak apa apa lah, namanya juga ngeyel.

kalo begitu...mari kita goyang gayung aja rame rame...(lho?)

tiga B

B adalah abjad kedua dari tangga alfabet latin. 
B berasal dari sebuah piktogram denah sebuah rumah dalam aksara hieroglif mesir atau aksara Proto-Sinaitik. Sekitar tahun 1050 SM, huruf itu dikembangkan dalam abjad Fenisia menjadi bentuk linear dan bernama beth.

Penggunaan
dalam kebanyakan bahasa yang memakai alfabet latin, huruf B menandakan konsonan letup dwibibir (untuk mengetahui bagaimana itu letub dwibibir, coba sebutkan B dan perhatikan apa yang terjadi di bibirmu, seakan akan ada letupan di tengah tengah dua bibir yang berdempetan...ahaha...penjelasan koplak).

Dalam bahasa Estonia, Islandia dan juga transkripsi bahasa Tionghoa, B tidak bersuara tapi masih dibedakan dengan huruf P, yang dipanjangkan dalam bahasa Estonia, dan dihembuskan dalam bahasa Islandia dan Tionghoa. 

Cukup buat pelajaran huruf huruf ini. kayaknya dulu guru TK kita pernah ngajarin huruf B ini, walopun gak ngajarin sejarah sama pemakaiannya. :D

B for Bukittinggi

Bukittinggi, kota kecil yang sejuk (?) dan asri (?) yang terletak di rangkaian bukit barisan yang membujur sepanjang pulau sumatera, yang dikelilingi Tiga gunung, serta berada pada ketinggin 909-941 mdpl. 

Kota yang bernama Belanda Stadsgemeente Fort De Kock dan berganti nama menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho pada masa pemerintahan Jepang inilah tempat saya tumbuh dan berkembang, (ya walaupun rada ke timur nya sedikit... hehehe). Tempat yang menjadi tujuan berpulang dan penuh kenangan tentunya.

B for Bandung

Kata Bandung berasal dari kata Bendung atau Bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava gunung Tangkuban Parahu yang lalu membentuk telaga. Bandung terlihat dikelilingi oleh pegunungan ini memang secara geografis mirip-mirip dengan suasana Bukittinggi. Bandung yang sejuk (?) dan asri (?) ini, (tanda tanya dalam tanda kurung memang patut dipertanyakan) menjadi kota labuhan kedua saya untuk menetap. Kota yang terkenal dengan geng motor dan Bandung Lautan Asmara (hehehe) nya inilah tempat saya menempuh kehidupan bermahasiswa. Kota ini memang pantas dijuluki Kota Kembang (walaupun saya tidak pernah ketemu dimana kembang atau bunga itu banyak di bandung) memang telah memekarkan kembang memori di kepala saya. 

B for Batam
Kota Batam adalah kota terbesar di profinsi Kepulauan Riau. Kota ini lokasinya sangat strategis, selain berada pada jalur pelayaran Internasional, kota atau pulau Batam ini juga berbatasan dengan Singapura, dan Malaysia. Konon, lampu lampu dari negara Singapura kelihatan jelas dari Kota Batam ini. 
Kota yang kabarnya dibangun atau dikembangkan oleh bapak pesawat Indonesia yang tak lain dan tak bukan yaitu bapak Beje Habibi ini menjadi tujuan persinggahan saya yang berikutnya. 
Moga di post berikutnya saya bisa membahas Batam ini lebih jauh.

B for ???

rada unik memang jika melihat hal hal sepele seperti ini, dan semoga J yang menjadi persinggahan berikutnya.


------------------------------------------------------------------------------
http://myanother.weebly.com/scrapbook.html

Cerpen Ngasal

Cerita


Kode area 0751.

Seorang pemudi berjalan tergopoh-gopoh menyusuri lorong-lorong kampus yang katanya kampus termegah se asia tenggara. Kampus yang didominasi warna abu-abu pucat dengan konstruksi menyerupai rumah gadang. Pemudi itu memeluk beberapa buku tebal bersampul keras hasil pinjaman dari perpustakaan kampus sepagi tadi.  Kerudung si pemudi melambai-lambai ditiup angin bukit karamuntiang tempat kampus itu bertahta seperti biasa masyarakat sekitar menyebutnya. Seperti kastil-kastil di jaman pertengahan, bangunan-bangunan ini menyerupai sebuah kastil yang menyendiri di puncak bukit, menyendiri dari hiruk pikuk kehidupan masyarakat kota di 20 km dibawahnya. Memberikan ketenangan untuk para pencari ilmu dalam pengabdian diri mereka masing-masing. Tak pelak suasana 'tersendiri' ini memberikan sensasi kebosanan bagi beberapa pejuang ilmu tersebut.

Si pemudi menarik nafas panjang, ketika membelok masuk ke dalam kelas. Ya, dia punya kelas hari ini. Seperti kelas biasanya, kita diharuskan atau kadang terpaksa berjibaku dengan tumpukan-tumpukan kertas bersarat kata-kata berisikan ilmu, katanya seperti itu, kita mencari ilmu lewat buku. Dan memang, buku memberikan ilmu yang kita mau, tapi banyak juga orang-orang mendapatkan ilmu tidak dari buku.

Si pemudi melongsorkan badannya di sebuah kursi kayu bermeja di bagian depan kelas. Mulai berjibaku dengan buku yang digendongnya menyusuri lorong-lorong kampus tadi. Menenggelamkan diri dalam untaian-untaian huruf times new roman yang terukir di urat-urat kertas. Dan dia mewangi aroma kertas lusuh.

Lebih kurang 1599 km ditenggara, Kode area 022.

Terik matahari april mulai memanggang tengkuk seorang pemuda. Tengkuknya sudah mulai menghitam dihiasi kilatan keringat jika melihatnya dari sudut yang tepat. "anjrit, panas-panas gini gua musti kuliah, duh gusti", si pemuda menyumpah dengan lirih ke botol minuman dingin yang dipegangnya sedari tadi. Sekali-sekali botol itu diusapkannya ke dahi, leher dan bagian manapun kulitnya di setubuhi matahari. Si pemuda berjalan di bawah bayang-bayang gedung perkuliahan di sekitarnya. Melewati kolam Indonesia Tenggelam ditengah-tengah kampus, menuju Labtek III tempat perkuliahannya hari ini.

Senja pun mengusir keberadaan matahari di hari ini, horizon pun dihiasi tirai langit kuning keemasan. Ya, si pemuda tampak manikmati tiap detiknya memandangi ufuk jauh dari puncak atas bangunan kosannya. Dia terlalu antusias dengan lapisan tipis antara siang dan malam, terlebih lagi setelah malam menjelang. Kadang, di kesepian malam kita bisa mendengar bisikan alam, atau mungkin bisikan itu hanya rekaan kepala kita sendiri yang larut terpengaruhi pekatnya malam. Apapun itu, di suasana tersunyi bagian bumi ini, beberapa insan mampu mendengarkan bisikan-bisikan alam, bisikan yang kadang memojokkan, menjatuhkan, namun disisi lain justru bisikan penguji integritasnya sebagai insan.

Ditemani kelinci angkasa yang kelihatan dikejar-kejar beruang raksasa, si pemuda memandang bulatan besar si kelinci dari sudut jendela kamarnya. Kelinci angkasa yang memunggungi beruang, seperti mangsa dikejar pemangsa. Dan si pemuda pun menyadarinya "heeeh,,,langitpun mengetahui", si pemuda berkomentar sembari mendesahkan nafas beratnya.

The moon ain't romantic, its intimidating as hell. Tampaknya kata-kata itu tersirat di raut wajah si pemuda. Kelihatannya, adegan langit malam ini memutar balikkan ruang waktu di benaknya. Ada tatapan harap bercampur rindu di dua buah matanya. Sembari sekali-sekali menghembuskan nafas nya, si pemuda hanya terpaku menengadah langit. "Ini harus segera di akhiri", si pemuda berbisik. "Atau mungkin harus dikejar", dia pun melanjutkan kalimatnya setelah beberapa saat, terpaku kembali ke sebuah titik antara matanya dan langit, hanyut dalam kesendiriannya…

Kode area 0751.

"Minggu depan!!!", si pemudi berteriak histeris pada temannya. "Minggu depan apanya?", sang temanpun menanggapi dengan sudut matanya ketika dia menggulirkan kursor di layar laptopnya. "Minggu depan seminarnya, kyaaaaaa….akhirnya, aku terpilih", si pemudi berteriak bagai hyena kelaparan. "Kamu kepilih? Beneran? Kyaaaaa…", dan lengkaplah sudah, sekelompok hyena kelaparan tercipta di sebuah kamar kontrakan di kaki bukit karamuntiang, berteriak-teriak histeris sembari cekikikan. Dan memang begitulah sebuah kabar gembira, memuntahkan semua emosi keluar, sampai-sampai dua orang gadis pun keliatan seperti kelompok hyena.

"Di Bandung yah seminarnya? Duh..aku juga pengen ikutaan", sang teman tidak kalah histerisnya. "Iya, seminar international, yihaaaa…hahaha". Mereka larut dalam kesukacitaan. "Habis seminar kemana yah?", si pemudi menggoda temannya, dan mereka larut dalam keterbahak-bahakan suasana.

Kota yang bernama Buitenzorg.

Sepasang muda mudi berjalan bergandengan tangan di trotoar jalan di depan sebuah Istana Negara yang halamannya diisi ratusan rusa. Mereka mengukir langkah asmaranya di jalan sambil sekali-sekali melirik bulan pada posisi terbulatnya. "Lihat, bulan purnama, indah yah", sang pemudi berkata ke si pemuda sambil mengeratkan pegangan tangannya. "Iya yah, cantik", si pemuda tersenyum tersipu kepada kekasihnya. Dan inilah moment bulan-itu-romantis bekerja, hanya pada pasangan yang bermandikan lumpur cinta, cinta yang terlihat sisi terangnya, bukan sisi gelapnya. Seperti bulan, yang memiliki sisi terang dan sisi gelap ketika sabit, cinta pun memiliki sisi gelapnya, orang-orang akan melihat sisi terang cinta ketika saling kasmaran, namun mengalami gelapnya cinta ketika semua jalinan kasihnya mengalami goncangan kehancuran. Disinilah orang-orang berteriak menyumpahi cinta, dan menjadi bijaklah orang-orang yang memandang sisi gelap cinta ketika mengalami terangnya.

"Kamu besok gak ngantor kan?", tanya si pemuda ke pasangannya. "Gak, kenapa emang?","Nginap di kosan aku aja yah, kamu kan janji", si pemuda menjawab tanya. "Hmmm, iya, dah lama juga gak, hehe…". Dan mereka menyusuri gang-gang menuju kosan si pemuda sembari berpelukan.

Ditemani suara televisi yang disetel begitu saja, pasangan muda mudi ini berdiri berpelukan di dekat jendela bertirai biru memandangi bulan, tampak jelas kelinci bulannya. Dan ketika bulan-itu-mempengaruhi-emosi bekerja, bibir mereka saling bersujud satu sama lain, mengeratkan pelukan, dan ditambah birahi yang semakin meningkat. Keduanya asik masyuk satu sama lain bersandarkan ke dinding, kecupan demi kecupan berjatuhan dimana-mana, dan balutan tubuhnya sudah berpindah tempat ke sudut kamar entah dimana,  tangan kecil si pemudi menggapai-gapai udara yang pastinya tidak bisa digenggam, suhu udarapun naik seiring waktu berjalan, dan mereka kelihatan seperti dua butir nasi yang saling menempel. Dan tidak menyadari tentunya, dua sosok ghaib mengamati mereka serius dan mencatat seperti penulis yang kebanjiran ide dan menghayalkan kenaikan gaji dari atasannya karena cerita yang dibuatnya terlalu panjang.

Dan terlupakanlah semuanya sementara, apapun yang sedari tadi menjadi buah pikiran pasangan muda mudi ini larut dalam erangan-erangan kecil dan gapaian-gapaian tangan yang tidak berkejelasan. Sehingga.. "Bulannya indah banget yah, aku sayang kamu," "Aku juga sayang kamu," mereka kembali memberhalakan bulan, berdiri berangkulan diselimuti tirai biru.

Kode area 022.

Kota ini terletak di dataran tinggi, ya, bisa dibilang dataran tinggi, dengan bukit-bukit yang mengitarinya bagai benteng alami, dan konon kabarnya dahulunya sangat sejuk, tidak seperti saat ini. Matahari seperti berada di puncak ubun-ubun. Si pemuda sedang memperhatikan pengumuman di sebuah mading jurusan. Tiba-tiba temannya pun menghampiri.

"Lu jadi berangkat pulang? Cepet amat lu mudiknya."

"Iya, mau gimana lagi, bos besar nyuruh cepet-cepet..he he.." si pemuda menjawab.

"Yaudah, kita ke kosan lu aja yuk, gerah nih, males banget."

Mereka berdua berjalan menyisiri sudut-sudut kampus yang telah berdiri dari masa pemerintahan Belanda ini. Mencoba menghindari sengatan matahari april.

Kota yang bernama Buitenzorg.

Nokia Communicator bergetar-getar di sebuah meja kantor. Tampak seorang pemuda sibuk memindahkan lembaran-lembaran kertas berupaya mencari letak sumber bunyi. Setelah menemukannya, benda itu langsung diangkat dan si pemuda menekan tombol answer.

"Halo, aku lagi kerja sayang, ada apa?"

"Awal minggu ini kita jadi kan liburannya? Kamu kan udah janji sayang." yang menelepon menjawab.

"Iya jadi, tiket nya udah aku pesen kok." si pemuda mengulum senyumnya.

"Kamu siap-siap yah, sekarang udah mau akhir minggu lho." si pemuda melanjutkan. Dan percakapan mereka berlanjut.

Kode area 0751.

"Handuk…ada."

"Perlengkapan mandi…ready."

"Charger handphone…udah."

"Bahan seminar?? Hmm…mana yah…oiya belum diambil."

Si pemudi mendata kembali barang bawaannya. Dua hari sebelum keberangkatannya  untuk seminar di Bandung.  Ternyata masih ada barang yang belum dimasukkan ke dalam tas backpack nya.

"Aku ke kampus dulu yah, mau ngambil bahan buat seminar." si pemudi pamitan ke teman satu kosannya.

Malam sebelum hari keberangkatan.

Kode area 0751.

"Udah gak ada lagi yang ketinggalan kan?" teman si pemudi melakukan interogasi kecil-kecilan.

"Udah, beres semua, hihi."

"Besok aku anterin yah pagi-pagi." si teman memberikan sebuah tawaran.

"Ya, boleh, kalo kamu mau."

Kode area 022.

Langit kembali dihiasi kelinci bulan. Si pemuda duduk memeluk kakinya di pinggiran jendela. Kembali menengadah langit.

"Khhh..musti bangun subuh hari." batinnya.

Langitpun menambah melankoli suasana hatinya seperti malam-malam sebelumnya.

Buitenzorg.

Sebuah koper kecil berwarna merah terletak di sudut kamar, dan sebuah ransel kecil juga telah dipersiapkan. Pasangan ini sedang membalik-balikkan brosur tur dari agen penjualan tiket. Tampak ketidaksabaran dari mimik wajah si pemudi.

Bandara

Dari kejauhan terlihat koper merah kecil ditarik dengan lembut oleh seorang perempuan muda. Koper ini terlalu mencolok ditengah-tengah koper hitam atau coklat disekelilingnya. Tak kalah mencolok perempuan muda yang menariknya, terlihat jelas kontraksi otot leher laki-laki di sudut tiang sana yang mencoba mengikuti liuk-liuk badan si perempuan muda. Perempuan muda bergandengan dengan pasangannya. Mereka adalah pasangan muda-mudi Buitenzorg.

Seiring derapan bunyi sol sepatu, mereka melangkah menyisiri ratusan manusia manusia menuju gerbang keberangkatan.

Kurang dari 100 meter dari pasangan muda mudi ini, seorang pemuda memangku ransel kecilnya duduk disebuah kursi panjang bersama calon penumpang lain. Menengadah melihat layar LCD yang menampilkan jadwal keberangkatan. Pemuda ini tampak kebosanan dengan layar LCD yang menempel di tiang bandara ini. "Terlalu kepagian", keluhnya. Pemuda 022 ini mencoba menyibukkan diri dengan buku bacaan yang telah digenggamnya.

Mata si pemuda tidak sengaja melirik kedepan, melihat bertambah banyaknya orang-orang yang berdatangan. Dan dalam tempo sepersekian detik, matanya berpapasan dengan sepasang mata lain. Pemuda ini melihat kearah seorang pemudi yang tergopoh-gopoh kebingungan. Yang tak lain dan tak bukan adalah si penguasa mata yg dilihatnya sebarusan. Berhubung kursi si pemuda ini masih menyisakan tempat untuk tiga orang, si pemudi langsung duduk bersebelahan dengan si pemuda. Melirik jam tangan, dan kembali memutar mutarkan kepala mencari sebuah petunjuk yang tidak tahu dimana.

"Mas, boleh tanya gak?"

"Ya, ada apa??", si pemuda membalas sembari menutup buku bacaannya.

"Cipaganti tau gak dimana? Mau ke Bandung nih."

"Di depan terminal kedatangan ada kok, tapi kalo jam segini kayaknya gak ada deh, musti nunggu setengah jam lagi, baru ada yang berangkat lagi."

…………………….... dan percakapan mereka berlanjut.

Epilog

Si pemuda 022 dan si pemudi 0751 saling mengenal satu sama lain, atas dasar kebetulan satu kursi panjang, dan atas kebetulan si pemuda berdomisili di Bandung. Terjadi sebuah pertemuan cerita mereka berdua, di bandara, di kursi panjang. Kita semua memiliki cerita kita masing-masing yang jelas berbeda satu sama lain. Kita penulis, pelukis, yang menulis di buku besar kehidupan kita, melukis di kanvas makro kehidupan. Dengan tinta dan cat cerita. Dengan warna kejadian. Terkadang kita berbagi pena dengan yang lain, untuk menuliskan cerita yang sama. Kita adalah jalan satu arah, dimana suatu masa kita berbelok, lurus, menurun, mendaki, atau malah memutar arah, bahkan suatu masa kita berbagi jalan yang yang sama dengan yang lain.

Bandara, seperti tempat-tempat lain, merupakan tempat pertemuan cerita-cerita manusia. Cerita-cerita yang kadang saling tidak bersua, atau malah tempat pertemuan cerita satu dengan yang lainnya.

Kita penulis, yang ingin menuliskan cerita yang demikian indahnya, dan mencoba menjadi indah di cerita orang lain.

Bandung-Bukittinggi, 2011

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------