Tuesday, October 26, 2010

Aku dan Sahabatku: Karena kami tidak mau mati lagi

Beberapa tahun yang lalu, aku melihat satu sosok putih yang menyalakan kilauan lembut laksana bulan pada peraduan puncaknya. Di kala itu, sosok ini sangat menarik perhatian aku. Putihnya yang menyejukkan mata itu mengalihkan semua pikiranku, membungkan logika ku. Dan aku hanya bertanya tanpa mencari jawabannya, atau pun menanyakan langsung penyebabnya pada sosok putih itu.
Aku hanya memperhatikan dari jauh, meneliti apakah yang diperbuat sosok ini.

Tampak dari kejauhan, sosok putih ini begitu riangnya, melompat kesana kemari, bernyanyi-nyanyi lagu merdu, memuja-muja, dan menurut fikiranku, sosok ini dibawah pengaruh sesuatu yang aku pun tidak tahu itu. Yah, ini cuma fikiranku, karena cuma itu yang aku punya.

Aku tetap dengan jarak yang sama untuk memperhatikan sosok ini. Aku juga menyukai profesi baru ku ini tanpa disadari. Kadang aku senyum-senyum sendiri karena melihat tingkahnya. Ya, tingkahnya itu tidak masuk di akal. Aku pun bingung melihatnya, tapi satu yang menajadi kesimpulannya dari tingkahnya yang tidak tercerna olehku, tiap tindakannya sarat akan keindahan dan kedamaian.

haripun berlalu, aku tetap memperhatikan dari jauh. Sudah menjadi ketertarikan tersendiri untuk memperhatikannya. Dan sosok putih ini tetap dengan cahaya putih lembutnya, yang kadang dengan intensitas kecerlangan yang berbeda-beda.Sebuah pemandangan yang mengejutkan juga bagi ku. Malah suatu saat aku melihat, putihnya sedikit berbeda, waktu itu putihnya kemerah-merahan, dan ada lagi lain waktu putihnya kebiru-biruan. Tapi tetap dengan background putihnya itu.

Tahun pun berlalu, aku tetap memperhatikan. Sosok putih sahabatku ini aneh, ada apa gerangan dengan engkau sahabat. Kenapa engkau seperti ini. Aku melihatnya berubah warna, tidak lagi putih. Tidak ada lagi cahaya lembut meneduhkan itu. Sungguh mengerikan melihatnya, dia berwarna pucat kelabu. Oh sahabatku, kenapa engkau seperti ini. tidak sudikah engkau memperlihatkan cahaya lembutmu itu lagi?

Hari berlalu, aku terkulai melihat sahabatku ini dari kejauhan. Oh, ini sungguh menyedihkan bagiku. Tuhan, jika engkau mendengarkan aku dan aku pun yakin engkau pasti mendengarkan. Tolonglah, kembalikan sahabatku lagi.

Aku melihat sosok putih sahabatku ini sudah semakin terpuruk. Dia telah terjatuh ke lantai dingin tempat berpijaknya. Dan semakin hari warnanya pun semakin menggelap.

Aku sudah tidak tahan melihat dia seperti itu. Sungguh mengiris-iris fikiranku. Sungguh menyedihkan. Aku sungguh kasihan melihat dia.

Dia tidak seperti dulu lagi, tidak berlari-lari, bernyanyi-nyanyi dan semua hal yang membuat buntu fikiranku. Sekarang dia terbaring lemah, tatapannya sedingin lantai tempat dia terkulai. Dan warnanya yang semakin menggelap. Sepertinya tidak ada lagi ada harapan bagi dia dan bagiku untuk mendapatkan sosok putih yang dulu. Aku melihat dia berteriak dalam keheningan, membungkam teriaknya sendiri ke dasar lantai. Terisak dalam kebisuan, menelan air mata sendiri ke dalam kegelapan sosoknya. Dan, ya, dia telah semakin pekat.

Saat ini, aku mendapatinya lagi. Setelah beberapa bulan aku tidak menemuinya, aku tidak tahan melihat penderitaannya. aku sungguh mengutuk sesiapa yang membuat sosok putih sahabatku dulu menjadi seperti itu.

Tapi ada yang janggal, sosok putih sahabatku ini tidak seperti dulu. Bewarna putih pucat susu kedelai. Ditambah isakan-isakan tangisnya. Bagai Isakan seorang anak kecil yang tidak mendapatkan permen kesukaannya. Berdiri lunglai di lantai yang sama seperti dulu. Dia rupanya tidak beranjak dari situ.

Aku dengan segala pertanyaan dalam benakku menghampirinya disuatu hari. Sekarang dia sudah tidak menangis lagi. Tetap dengan lunglainya dan warna putih pucat susu kedelai. Aku menghampirinya dengan hati-hati. Menyapanya, dan terjadi perbincangan diantara kami.

Dan beginilah sedikit diantara panjangnya percakapan kami:

Aku: Apakah kau tahu aku siapa?

Sahabatku: Ya, tentu, kau sahabat terbaikku. (dengan senyum damainya)

Aku: lalu kenapa engkau tidak pernah menyapaku? walau hanya dengan mengarahkan pandanganmu padaku dan melambaikan tangan, ataupun hanya sekedar mengarahkan lontaran ingusmu padaku?

Sahabatku: (dengan senyum yang sama) ya, memang kelihatannya aku tidak menyapamu, tapi tanpa kau sadari wahai sahabatku, aku yang memanggil-manggil engkau dari kejauhan, sehingga engkau rela berlama-lama memperhatikan aku dari kejauhan.

Aku: (tersenyum Mendegarkan)
sahabatku: Karena begitulah kita, kau ditakdirkan untuk memperhatikan aku, menimbang-nimbang apa yang akan dan sedang aku lakukan, mencerna dengan segala logika dan pikiran yang kau punya. Mempertaruhkan segala akal pikiran yang kau punya untuk kelangsungan hidupku dan hidupmu. Begitu pula sebaliknya, tanpa kau sadari aku pula yang memberikan masukan untukmu dari setiap lini perasa ku. Aku pula yang menimbang-nimbang secara batin untuk mu. kadang kau begitu tidak mengerti tentang diriku bukan?

Aku: Ya, sempat aku begitu tidak mengerti tingkahmu.

sahabatku: Ya, suatu waktu, aku bisa begitu sukar kau mengerti walaupun kau telah mengerahkan semua nalarmu. karena aku yang merasakan, kau tidak memiliki daya upaya untuk merasakannya, karena kau terdiri dari nalar, logika dan pikiran. Sedangkan aku terhimpun dari perasaan-perasaan yang tidak bisa terjelaskan. Disitulah kadang-kadang kita saling tidak mengerti. Tidak sejalan, walaupun begitu. Akupun juga pernah terkuasai olehmu.

Ternyata sahabatku ini ketika menjadi kelam dan terpuruk memeluk bumi waktu itu. Dikarenakan pikiran-pikiran yang bersumber dari diriku yang mempengaruhinya, kami saling mempengaruhi.
Setelah percakapan panjang kami, baru aku bisa mengerti apa yang membingungkanku selama ini.

Ketika dia menari-nari, menyanyi-nyanyi, dan pancaran cahaya lembut yang teduh dari sosok putihnya, dia sedang mengalami suatu perasaan yang indah. Ketika ada sosok lain yang memalingkan dia dari dunia tempat kami berada. Untuk dapat berdampingan dengan sosok lain itu. Dan sayangnya, itu cuma harapan belaka. Sampai-sampai dia meniadakan perasaan itu hilang, lenyap. Sehingga dia begitu menderita. Dan, ya, perasaan itu lenyap, tapi meninggalkan bekas yang dalam bagi dia. Itulah kenapa sahabtku ini dulu menjadi hitam dan terpuruk meratapi bumi. Dan sempat dia berkata padaku, ketika masa-masa itu, dia tidak mungkin lagi berharap datangnya masa-masa indah itu, perasaan indah itu, cukup dengan kondisinya seperti itu, bagai mati saja, tapi tetap dalam bayang-bayang sosok lain itu.

Ketika kutanyai kenapa dia sekarang putih lagi. Dia menyambut pertanyaanku dengan senyum bahagia. Sahabatku ini bilang, ketika masa-masa "mati" dia dulu, ada sosok baru yang membuat dia bisa melenyapkan secara alamiah bayangan bayangan sosok lain yang dulu. Secara ajaib dia bisa berdiri lagi, padahal aku sudah mengira dia begitu lekat dengan lantai dingin itu. Secara ajaib dia kembali putih, dan merasakan perasaan yang sama seperti dulu kala. Sosok baru inilah penyelamatnya. Sahabtku ini seperti terlahir kembali, terlahir dari abu kematiannya sendiri.

Lalu aku bertanya kenapa dia sekarang tidak seputih dulu. Kenapa malah putih pucat. Dan ternyata, dia sempat begitu putihnya, cahayanya memenuhi ruangan tempat dia berada. Tapi karena goncangan yang kami rasakan. Dia sahabatku ini pucat, cahayanya sedikit melemah, takut. Takut terjadi lagi hal yang sama, kelam dan tak berdaya lagi. Itu juga yang aku takutkan, masa-masa itu pula aku juga merasakan kelam.

Persoalan tentang memerah dan membiru sahabtku dulu juga kami bahas. pada saat itu, warna yang timbul itu dikarenakan sosok sosok lain yang mempengaruhi. Tapi kata sahabatku ini, kalau hanya satu perasaan itu yang tidak bisa dipaksakan. Dia datang dengan sendirinya dan dengan setulusnya. Tidak bisa dipalingkan, jika perasaan itu datang dari sosok yang satu, tidak bisa dipalingkan ke sosok yang berbeda. Makanya, merah dan biru diri sahabatku itu dulu hanya sebatas perasaan yang lain, bukan sampai pada perasaan yang satu itu.

Lalu aku mempertanyakan bagaimana dia kedepannya. Bagaimana kita kedepannya. Sahabatku ini akan mempertahankan kondisinya saat ini. Walaupun pucat tak bertenaga. dia tetap mengeratkan sendi kakinya untuk menopang pergerakan dirinya kedepan. Dia bertahan sekokoh-kokohnya. Apa yang terjadi nanti, semoga sesuai dengan yang kami harapkan. kami berdua takut, jika terjadi sebaliknya. Aku begitu tidak tahan melihat gelapnya sahabatku ini yang diselingi rintihan rintihan kesakitan. Hendaklah sahabatku ini bahagia sebahagia bahagia nya. Tuhan, kabulkanlah doaku ini, untuk sahabat sejatiku.




Sungai Pua
24 Okt 2010
3:10 am

Wednesday, October 6, 2010

Sepenggal Cerita Pendek

tiga tahun...merupakan suatu waktu yang cukup lama...kadang bagi seseorang tiga tahun itu merupakan waktu yang lama...ada juga yang mengatakan tiga tahun itu begitu cepat berlalu...
cepat, ketika kita sudah melaluinya...
lama, ketika kita bosan atau terlalu monoton melewatinya.

makanya di pendidikan waktu tiga tahun ini sering dijadikan patokan lama studi, contoh nya di SMP, SMA, di SD juga, perkalian dua dari tiga, di strata satu (S1) juga, normal atau seharusnya lama studi di s1 itu empat tahun, itu berarti tiga ditambah satu, begitu sakralnya angka tiga dalam dunia pendidikan. (ini asli jujur, maksa banget)

Seperti halnya di institusi pendidikan dimana saya menimba ilmu belakangan, tiga tahun adalah waktu yang ditetapkan untuk lama studi di institusi ini. atau lebih tepatnya program D3. dan ini sedikit berbeda, di institusi ini harus wajib tiga tahun, gak boleh nawar, apalagi nawar setengah harga kayak ibu2 beli sayur di tukang gerobak sayur. no nego. kadang emang terkesan sedikit parah, tapi begitu lah, dan itu juga yang memberikan institusi ini sedikit berbeda dibanding institusi pendidikan lainnya, dimana di tempat lain sepengamatan saya, bisa nambah waktu, ato malah bisa ngurangin waktunya dengan semua program semester pendeknya, boro2 saya ngambil semester pendek disini, ngejalanin semester yang ada aja udah kayak mau mati aja. tapi itulah kenyataan yang terjadi dan merupakan bukti yang nyata dari semua mahasiswa yang ngejalanin.

Kembali lagi pada pernyataan awal, tiga tahun itu relatif bagi yang ngejalanin nya, bisa kerasa pendek bisa kerasa panjang. dan tiga tahun belakangan ini saya merasakan waktu itu berjalan begitu lama dan begitu cepat.

begitu lama, karena segala rutinitas monoton yang hadir khususnya rutinitas dari institusi yang saya bercongkol disana menimba ilmu. ya, sangat monoton, dari jam tujuh pagi sampai jam 4, di kampus mulu, tanpa ada space2 waktu bebas seperti di institusi pendidikan tinggi lain, dan bukan hanya itu, dua minggu praktek dan seminggu teori, begitu seterusnya, sumpah ini terlalu monoton, apalagi ketika minggu minggu praktek, praktek yang melelahkan, tidak seperti praktek anak SMA yang melakukan pembedahan ikan atau katak, kadang bermain dengan asam SO4 dan segala unsur2 kimia, ini praktek ala pabrik, ya, ala pabrik, praktek dengan mesin2 aneh dan besar2, yang kadang bisa aja memuntir pergelangan tangan kalau tidak hati2, dan yah, begitu melelahkan. ditambah waktu untuk ber-refresh ria berkurang, karena di rumah/kosan, kita tidak memiliki waktu buat berlepas pikiran, tugas tugas dan laporan laporan menanti, udah capek fisik, capek fikiran juga, pantas aja mahasiswa disini memiliki penyakit turunan antar angkatan, sakit tipes. dan saya juga mengalaminya.
ada satu pameo dari mahasiswa yang lulus dari institusi ini, "POLMAN, suatu kenangan indah yang tidak ingin terulang lagi"

Begitu cepat, karena ternyata sekarang saya sudah lulus dari institusi ini, tidak terasa memang, waktu2 yang membosankan itu berakhir juga, mungkin dulu waktu menjalani emang terasa bosan, jenuh dengan rutinitas yang ada, tapi sekarang baru terasa kalau waktu tiga tahun itu terasa sebentar, ya, rasa rasanya baru kemaren saya di ospek, disuruh push-up, merayap dan tereak tereak. sekarang udah memiliki gelar aja. memang tidak terasa waktu tiga tahun itu.

saya ingin bercerita sedikit tentang perjalanan saya tiga tahun ini di negeri orang (ca elah)

bermula dari kelulusan SMA, ya tiga tahun yang lalu saya lulus SMA. dari dulu saya bertekad pengen kuliah di bandung, tepatnya ITB. cita2 yang ternyata tidak kesampaian. saya dulu pengen sekali kuliah di ITB, mau ngambil jurusan Astronomi, tapi sayang, keluarga kurang memberi perhatian dengan keilmuan ini, dan akhirnya saya ngambil jurusan Teknik Elektro ITB di waktu SPMB (dulu namanya SPMB setelah sekarang diganti dengan SNMPTN, apa pula itu birokrasinya, ganti nama kok malah tambah panjang), dan itu jurusan menjadi obsesi kedua setelah Astronomi, dan pilihan kedua saya adalah jurusan Teknik Elektro UGM, benar2 sebuah obsesi, dan gila gilaan lagi. Teknik Elektro ITB yang menjadi passing grade tertinggi di Indonesia saat itu (saat ini saya gak tau), dan Teknik Elektro UGM, passing grade tertinggi di Indonesia bagian tengah saat itu. wow, benar2 cari mati.

dan kedua pilihan saya tidak lulus, saat itu saya sudah berada di bandung, dan saya bertekad tetap kuliah di bandung, layaknya filosofi tentara Jerman:
"jika telah menyeberangi jembatan yang panjang, pantang untuk mundur, jika perlu, hancurkan jembatan itu biar tidak bisa berbalik lagi".

ya, saya harus menetap di bandung, demi masa depan nih ceritanya.
saya mulai mendaftar di perguruan tinggi hasil binaan atau dibentuk oleh ITB, walaupun gak dapet bapaknya, anaknya pun jadi lah. dan saya ikutan tes masuk Politeknik Manufaktur Negeri Bandung (POLMAN-Bandung, dulu PMS-ITB(Politeknik Mekanik Swiss-ITB)), yang menurut kabar burung, merupakan institusi yang bagus. dan Politeknik Negeri Bandung (Polban) sebagai back up, masih merupakan anak kandung ITB, adik kandung Polman. dengan jurusan Teknik Manufaktur di POLMAN, dan teknik Aeronautika di POLBAN.

dan ternyata saya lulus dua dua nya, dan menetapkan pilihan di POLMAN. walaupun saya tidak tau apa itu manufaktur dan apa itu POLMAN, yang pernah saya dengar sebelumnya cuma POLBAN, seperti kebanyakan orang yang tidak pengenal POLMAN.
dan setelah saya jalani, ternyata POLMAN itu merupakan Politeknik pertama di Indonesia, dan sampai saat ini masih menjalani peraturan dan sistem seperti awalnya, seperti sistem yang berlangsung di negeri asalnya EROPA. tapi sayang, sekarang sedikit menyeleweng dari aslinya karena peraturan yang di bikin DIKTI.

POLMAN, ya, seperti pameo tadi, sebuah kenangan indah yang tidak ingin terulang.
begitu menjalani kuliah disini, saya begitu ingin cepat cepat keluar dari tempat ini. pada awal masuk kuliah disini, banyak senior2 yang bilang, "napa masuk polman???" , "siap gak masuk neraka?" , "mending jangan kuliah disini deh, gak enak." dan banyak lagi kalimat kalimat yang senada.

awalnya sih gak mikirin, ato malah bingung bingung sendiri, setelah dijalanin, MANTAP, semuanya bener, ini sebuah "neraka" bagi mahasiswa2 disini, setelah semua aktifitas penguras tenaga fisik dan fikiran, plus penawar "dahaga" tidak ada, alias jarang sekali cewek, batangan hungkul. gak ada yang namanya tebar pesona sama cewek, lha wong isinya bisa dikatakan cowok semua, ada sih cewek, tapi minim, super minim, bukan pakaiannya, tapi jumlahnya, jadi aja kita bagai manusia2 haus cewek. (ups..jangan ngeres), begitu ada anak2 SMK yang magang di sini, atau politeknik2 lain yang melakukan studi kesini, mata kami otomatis melotot dan menegakkan atau kalau bisa memperpanjang leher dua ruas tulang buat bisa melihat cewek. sungguh miris. tapi itulah, sebuah kenangan manis.

Tahun pertama di tiga tahun ini. saya menjalani perjalanan kuliah yang bisa dibilang berat. plus jauh dari keluarga, seakan2 saya tidak mendapatkan dorongan mental. bergaul dengan orang orang baru yang notabene nya orang sunda, dan ini merupakan pengalaman baru bagi saya, tuli ketika saya mendengarkan percakapan mereka, karena saya tidak ngerti bahasa sunda, bisu ketika mereka bercakap2, karena saya tidak ngerti sunda. saya hanya bisa bahasa minang dan Indonesia, inggris pun patah patah.

tahun pertama ini merupakan tahun kebingungan, bingung dengan lingkungan yang baru, bingung dengan bahasa sunda, bingung dengan kampus ini, bingung dengan mesin mesin. bingung dengan diri sendiri. pokoknya bingung.

tahun pertama ini, tahun dimana terasa kuliah disini itu lebih nyiksain daripada sekolah di SMA dulu, udah jadwalnya kayak anak SMA, dari pagi sampe sore, SMA aja sampe siang, ini 8 jam nonstop, no space time. berkebalikan dengan teman teman yang kuliah di tempat lain, dimana ketika saya mengoperasikan mesin di siang hari bolong, jam satu an, mereka ada yang lagi kosong kuliahan, minum softdrink dingin atau jus jeruk, saya panas panas keringetan mengoperasikan mesin. ini tidak adil (cuma teriakan aja), ketika saya masih ngantuk di pagi hari buat jalan ke kampus, setelah tidur cuma 4 atau 3 jam, yang lain masih pulas tidur dengan dengkuran ala kuda nil nya. kkkhhhhrrrr....
itu cuma sekedar cerita singkat di tahun pertama di tiga tahun belakangan.

Tahun kedua, saya sudah mulai terbiasa dengan peraturan dan disiplin yang dijaga ketat di kampus ini, saya sudah bisa atau malah tepatnya saya sudah menikmati kehidupan di kampus ini. dan hari hari saya serasa hidup kembali. haha...inilah saatnya untuk menunjukkan prestasi..tekad bulat, tapi realita bersifat berkebalikan, tekad cuma tinggal tekad, kenyataannya, saya mendapatkan nilai 'E' untuk mata kuliah matematika teknik, seorang teknik mendapatkan nilai 'E' untuk matematika teknik, sebuah kekeliruan nyata, tidak seharusnya, matematika teknik itu adalah nyawanya orang orang teknik, disamping kalkulus dan berbagai matakuliah fisika. E buat mattek, bencana, dan dosennya pun, "bencana", dosen mematikan, dosen pembunuh, itu merupakan isu isu dari senior, setelah diketahui belakangan ini, beliau merupakan orang yang baik, jika anda mengenalnya tentu, apalagi setelah di bimbing nya dalam pembuatan TA, ataupun di uji nya dalam sidang akhir.
kembali ke nilai E, peraturan di POLMAN, jika ada nilai E, atau empat buah nilai D di dalam transkrip nilai semester, mahasiswa dinyatakan gagal dan di DO!!!!, dan berbagai peraturan pencekik leher lainnya, contoh ringannya, jika mahasiswa menghilangkan dan atau merusakkan benda benda atau alat alat praktek dan atau perkuliahan lainnya, mahasiswa bersangkutan wajib mengganti alat tersebut dan atau mengganti dengan kompensasi sesuai nilai dari alat alat tersebut, kompensasi dilakukan dengan bekerja pada bagian produksi POLMAN (ini bisa sangat2 menyusahkan, bisa bisa hilang waktu libur, teman saya ada yang memiliki kompensasi selama 1000 jam lebih kalau tidak salah, karena merusakkan alat praktek, dan ini sudah merupakan makanan mahasiswa2 disini). contoh lain, jika mahasiswa terlambat pada saat perkuliahan walaupun terlambat hanya hitungan menit atau detik, keterlambatan itu wajib diganti dengan kompensasi,(ini nih yang sering ngebetein, telat dua menit cuman, nge ganti nya minimal harus dua jam), dan segudang peraturan2 lain yang mencekik leher.

kembali ke nilai E, sesuai peraturan sekolah, saya bisa dinyatakan gagal dan di DO, berhubung yang mengalami nasib sial ini ada sepuluh orang, dan jurusan yang tidak menginginkan kesepuluh orang ini di DO, maka, dalam sidang atau rapat jurusan saat itu, kami diberi keringanan, yaitu, mengulang mata kuliah tersebut di semester depan, alhamdulillah, walopun di semester depannya, saya musti berhadapan dengan dosen yang bersangkutan kembali, dua kali malah, mata kuliah yang sama di semester itu, dan mata kuliah yang di ulang karena nilai E tadi. serasa tercekek dengan dua tali.
dan tahun kedua berlalu, dengan segala terapi shock dan keseharian yang sama.

Tahun ketiga di tiga tahun belakangan. inilah tahun terakhir saya di kampus ini, tahun dimana saya mengambil penjurusan bidang studi, tahun dimana saya harus mengalami pahitnya obat tipes, sakit turunan di kampus ini, tahun dimana saya harus menyusun Tugas Akhir, tahun dimana laporan laporan praktek tebalnya minta ampun, tahun dimana isi daleman mesin saya bongkar, preteli satu satu, tahun dimana sidang saya kacau gara2 terdiaknosa gejala tipes, tahun dimana saya dengan tekad kuat musti memakai pakaian yang kebesaran dan topi segilima yang merupakan kebanggaan seorang mahasiswa, TOGA. tahun dimana dosen itu bagaikan artis, susah sekali nyarinya, musti mondar mandir di kampus, nungguin dari pagi hingga sore hari, dengan hasil: DOSENNYA GAK ADA. tahun dimana terasa begitu cepat, sedangkan TA masih terbengkalai, tahun dimana segalanya bercampur satu, lelah, pusing, senang, sedih, bla bla bla menjadi satu. tahun dimana porsi tidur musti dikurangin guna mengetik semalam suntuk. tahun dimana konsumsi kopi berlebihan. tahun dimana konsumsi rokok juga turut berlebihan, diakibatkan stress yang meningkat. tahun dimana terasa bagitu melelahkan.

yah, tahun akhir ini merupakan tahun yang melelahkan, pameo lagi yang dibikin anak anak: "masuk polman ini susah, keluarnya pun juga susah". ya memang, keluar kampus ini begitu susah. saya juga jadi susah menjelaskan dengan kata kata. huehueuhe..

tiga tahun.
begitu cepat.
dan begitu lambat.
dengan semua kenangan manis dan pahit di baliknya, yang pasti akan memberikan pembelajaran tersendiri.

dan sekarang saya sudah lulus, dengan predikat sangat memuaskan, alhamdulillah, dengan embel embel Amd. dibelakang nama saya. katanya sih begitu di ijazah, saya berhak diberi gelar Ahli Madya (Amd). alhamdulillah. ini semua hanya buat ibunda tercinta, buat keluarga, disamping buat saya sendiri tentu, tapi semua ini saya persembahkan buat ibu. buat ayah di sana. diharibaannya. aku sayang kalian berdua. dan juga buat keluarga.
baru ini yang bisa kupersembahkan kepadamu bunda.

"all that I am, or hope to be
I owe to my angel mother."
-abe (abraham lincoln)-

dan saya sekarang sudah lulus. dalam tiga tahun menuntut ilmu. dari saya tidak mengetahui apa itu manufaktur, sampai saya melakukan manufaktur itu sendiri, mengenal, mendalami, dan mengaplikasikannya.
ya..begitu cepat terasa.



satu pembelajaran penting dari tiga tahun ini, disamping pembelajaran yang saya dapat di bangku kuliah tentu.
saya akan mengutip satu penggal doa pagi di kampus. yang dalam tiga tahun ini tiap pagi di perdengarkan dan kepala musti nunduk khusyuk (di kampus, tiap pagi itu ada yang namanya apel pagi, kayak prajurit2 militer gitu, baris, dan berdoa, kadang2 ada sedikit ceramah dari kepala jurusan):
"waktu begitu cepat berlalu dan tak pernah kembali..."

ya..pembelajaran penting itu adalah waktu itu cepat berlalu dan tak pernah kembali.
ya..tiga tahun itu begitu cepat berlalu..malah 21 tahun hidup saya ini begitu cepat berlalu..rasanya baru kemaren2 saya masi menghapus ingus saya pake tangan dan membentuk satu garis lurus di pipi, baru kemaren rasanya saya maen maen becekan di halaman rumah.
waktu itu begitu cepat berlalu, dan waktu tidak bisa diputar lagi, tidak bisa kita rewind ke waktu waktu yang kita inginkan. dan tidak pula bisa kita percepat.
waktu itu begitu cepat berlalu, dan memang tidak terasa saja. bagaimana kita menyikapinya, bagaimana kita mengisi waktu waktu itu, mengorganisir, menggunakan, dan lain sebagainya. sehingga kecepatan berlalunya waktu tidak sia sia. sehingga tidak terjadi penyesalan jika waktu tersebut berlalu.

jika sekarang ternyata mengalami sebuah penyesalan karena tidak bisa menggunakan atau memaksimalkan waktu yang telah berlalu, ya mau gimana lagi. kembali lagi, waktu tidak bisa di rewind, tidak bisa diputar ulang sekehendak hati. dan percuma juga menyesali kehilangan waktu yang lalu. toh dengan penyesalan itu, menghilangkan waktu sia sia juga.

waktu itu begitu cepat berlalu, kini, isilah waktu waktu itu dengan hal hal terbaik, hal hal yang meminimalisir atau mungkin tidak menimbulkan penyesalan di kemudian hari dengan berlalunya waktu begitu saja.